Efektifkah Cbcr tangkal manipulasi transfer pricing
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan aturan soal kewajiban pelaporan dokumen penetapan harga transfer dengan format baru, khususnya untuk laporan per negara atau Country by Country Report (CbCR) bagi perusahaan atau entitas yang melakukan transaksi afiliasi. Penegasan dari implementasi BEPS action plan 13 ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor 29/PJ/2017.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan, CbCR dimaksudkan untuk mendorong keterbukaan informasi terkait transaksi hubungan istimewa antar perusahaan dalam satu grup.
“Bila induknya WP dalam negeri, maka entitas induknya saja yang wajib melaporkan CbCR. Sedangkan anak-anak perusahaannya tidak wajib,” kata John kepada Kontan.co.id, Kamis (18/1).
Oleh karena itu, dalam suatu perusahaan grup, yang wajib menyelenggarakan dan melaporkan CbCR adalah hanya entitas induk. Sementara, untuk negara yang tidak memiliki perjanjian internasional di bidang pertukaran informasi dengan Indonesia, maka anak perusahaan yang berada di Indonesia yang diwajibkan melaporkan CbCR induknya kepada Direktorat Jenderal Pajak lewat mekanisme local filling.
“Perlu tercipta symmetric information antara otoritas pajak dengan WP. Dengan demikian, CbCR diperlukan oleh otoritas pajak baik dari negara/yurisdiksi berkembang maupun negara/yurisdiksi maju,” ujar John.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pelaksanaan dari kewajiban ini belum tentu efektif. Sebab, konsep CbCR ini masih memperlakukan induk di negara yang bersangkutan yang wajib membuat dokumen transfer pricing (TP Docs).
“Sedangkan di Indonesia kebanyakan justru entitas anak atau konstituen yang induknya di negara lain. CbCR ini hanya wajib buat yang induknya di Indonesia dan anak-anaknya di luar negeri. Faktanya belum banyak yang begini,” ucapnya.
Di Indonesia, kebanyakan adalah sebaliknya, yakni PMA di sini dengan induk di luar negeri. “Ini tidak wajib, kecuali tidak memenuhi syarat. Memang CbCR yang digagas OECD ini lebih menguntungkan negara maju,” kata Yustinus.
Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji berpendapat, sebenarnya adanya CbCR itu menguntungkan seluruh negara karena adanya tranparansi membantu tiap otoritas pajak dalam melakukan risk assessment atas kewajaran pengalokasian laba perusahaan multinasional. Dengan demikian, hal ini bukanlah instrumen untuk mengendalikan atau menarik laba ke negara tertentu. Misal negara maju yang berperan sebagai capital exporting countries.
“Ini lebih kepada jaminan bahwa tiap negara tempat beroperasinya perusahaan multinasional memperoleh penerimaan pajak yang adil. Menjamin fair share tax allocation,” jelasnya.
Sumber:
– http://nasional.kontan.co.id/news/efektifkah-cbcr-tangkal-manipulasi-transfer-pricing